Senin, 06 September 2010
Ramdhan 2010
Senin, 09 Agustus 2010
July Part II
July Part I
Jumat, 18 Juni 2010
Finally I see BROMO
Postingan yang sudah basi. Tapi tak apalah. Di sini aku menunjukkan bahwa aku masih eksis ngeblog.
Kali ini Bromo yang akan aku bahas.
Bromo, sebuah tempat yang sangat ingin aku kunjungi dari dulu. Dan kesempatan itu datang juga akhirnya. Bersama keempat temanku aku berangkat kesana dengan motor. Kami berangkat dari surabaya. Berhenti sejenak di rumah temanku, di bangil, Pasuruan. Ibunya Rohman membawakan empat bungkus nasi dan 3 botol air mineral (1,5LT), terima kasih yang tak terhingga buat ibunya rohman. Karena dengan bekal tersebut kami tidak mati kelaparan ketika kami sampai di penginapan sekitar jam 8 malam. Udaranya saat dingin apalagi selama perjalananan badan kami diguyur hujan deras.
Setelah makan malam di penginapan kami beristirahat sejenak. jam 2 dini hari kami memulai petualangan kami.Gelap gulita di tengah lautan pasir. Aku naik motor seorang diri sedangkan temanku boncengan. itu dikarenakan jumlah kami ganjil, berlima. Udara dingin sudah tidak aku rasakan lagi. Aku fokus pada sekitarku yang benar-benar gelap. Tidak tahu harus berjalan kemana sampai kami melihat sorot lampu Jeep dari arah belakang kami. Seperti cahaya malaikat. Kami mengendarai motor mengikuti Jeep. Hanya itu yang bisa diandalkan untuk sampai puncak penanjakan. Perjalanannya memakan waktu sekitar satu jam lebih. Namun semua perjuangan itu terbayarkan saat kami matahari perlahan muncul di timur. menyingkap kabut yang menyelimuti tatanan pegunungan di bawah kami. Betulan. Gunung-gunung itu di bawah kami. Itulah alasan kenapa banyak turis berjibun dengan kameranya yang canggih-canggih ke puncak ini. Ada sekitar ratusan turis bersama kami. Daya tarik yang luar biasa memang. Kagumku tidak akan pernah habis untuk bromo.
Indonesia memang indah. Trims buat teman-temanku. Dengan mereka aku bisa menghirup sejuknya Tengger. I love you all.
Senin, 29 Maret 2010
I won't cry, Just For You My Sister
Skenario Allah merupakan skenario terbaik dari semua rencana yang dibuat manusia di bumi ini. Tak ada satu makhluk pun yang bisa menebak apa yang bakal terjadi pada kita satu detik yang akan datang. Untuk sepupuku Feby, ini rahasia. Sekarang kau mungkin tahu kenapa Allah memanggilmu begitu cepatnya. Dan kami semua, yang dibuat sesak dan tercekat karena sudah tak keruan lagi menangis, sebaliknya hanya bertanya-tanya. Mengapa? Itu saja.
16 Maret 2010. Tak akan pernah kami lupakan. Atau bakal kami keramatkan tanggal itu. Jika bukan karena Allah mungkin kami tidak bisa mengikhlaskan kau pergi. Tapi Allah Maha Baik. Kau aman di sisinya sekarang. Bahkan kau bisa lihat kami. Betapa hina, kotor, dan menjijikkannya perbuatan yang kami lakukan. Dan sekarang kau pun tahu bahwa Allah sangat menyayangimu, bukan?
Untuk soal mimpi-mimpimu... tenang saja. Aku yang akan mewujudkannya. Dan secara tidak langsung kau bisa ikut kemana aku pergi. Keren bukan? Kau bisa melihat dunia yang sebelumnya belum kau lihat. Dan kita akan meraih dan mewujudkan mimpi bersama. SEMANGAT!!!!
Feby, kami semua menyayangimu. Dan kita tidak akan menangis lagi. Sampai jumpa. Kita pasti akan berkumpul lagi. Aku mohon tertawalah.
Jumat, 05 Maret 2010
Beginilah Tradisi
Musik gamelan menyambut kami sekeluarga saat kami tiba di depan rumah yang punya hajatan. Aku melihat sekelompok bapak-bapak tua memainkan alat musik gamelan di tempat yang mirip bungalow yang menghadap ke depan jalan di mana mereka dapat melihat para tamu datang. Rupanya mereka disewa untuk memainkan musik untuk menyambut para tamu yang datang, sementara kami dipersilahkan duduk di meja yang menghadap pelaminan. Di atas meja yang panjangnya sekitar 5 meter tersebut berjajar sepanjang meja kue-kue kering beraneka rupa yang ditempatkan di dalam toples kaca sementara kue-kue basah diletakkan di atas piring. Aku sempat berdecak kagum pertama kali melihatnya. Kupikir mereka berlebihan. Siapa yang bakal menghabiskan semua kue-kue tersebut? Mereka membuat makanan sebanyak itu seperti membuat persediaan makan selama sebulan. Kau akan terkesima saat pergi ke tempat tepat di belakang rumah sang pemilik hajatan yang sudah disulap menjadi sebuah dapur raksasa. Lagi-lagi di sini aku seperti berada di dalam dapur istana yang pernah aku lihat di serial drama Jewel In The Palace. Uniknya di dapur ini yang masak 90 % adalah wanita-wanita tua yang berpakaian kebaya, pakaian sehari-hari mereka. Asap mengepul-ngepul di tiap tungku yang terbuat dari tanah. Tapi inilah adat. Mereka masih mempertahankan cara-cara lama yang dilakukan para orang tua mereka. Kebetulan sekali desa tempat tinggal orang yang punya hajatan ini merupakan desa wisata adat satu-satunya di Banyuwangi. Namanya Desa Kemiren. Keseharian masyarakatnya menggunakan bahasa Osing, bahasa asli masyarakat Banyuwangi. Dan aku sangat mengagumi budaya tempat di mana aku dilahirkan ini. Seperti yang pernah kudengar bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai sejarah dan kebudayaan bangsanya sendiri. Aku merasa seperti itu.