Jumat, 05 Maret 2010

Beginilah Tradisi


Musik gamelan menyambut kami sekeluarga saat kami tiba di depan rumah yang punya hajatan. Aku melihat sekelompok bapak-bapak tua memainkan alat musik gamelan di tempat yang mirip bungalow yang menghadap ke depan jalan di mana mereka dapat melihat para tamu datang. Rupanya mereka disewa untuk memainkan musik untuk menyambut para tamu yang datang, sementara kami dipersilahkan duduk di meja yang menghadap pelaminan. Di atas meja yang panjangnya sekitar 5 meter tersebut berjajar sepanjang meja kue-kue kering beraneka rupa yang ditempatkan di dalam toples kaca sementara kue-kue basah diletakkan di atas piring. Aku sempat berdecak kagum pertama kali melihatnya. Kupikir mereka berlebihan. Siapa yang bakal menghabiskan semua kue-kue tersebut? Mereka membuat makanan sebanyak itu seperti membuat persediaan makan selama sebulan. Kau akan terkesima saat pergi ke tempat tepat di belakang rumah sang pemilik hajatan yang sudah disulap menjadi sebuah dapur raksasa. Lagi-lagi di sini aku seperti berada di dalam dapur istana yang pernah aku lihat di serial drama Jewel In The Palace. Uniknya di dapur ini yang masak 90 % adalah wanita-wanita tua yang berpakaian kebaya, pakaian sehari-hari mereka. Asap mengepul-ngepul di tiap tungku yang terbuat dari tanah. Tapi inilah adat. Mereka masih mempertahankan cara-cara lama yang dilakukan para orang tua mereka. Kebetulan sekali desa tempat tinggal orang yang punya hajatan ini merupakan desa wisata adat satu-satunya di Banyuwangi. Namanya Desa Kemiren. Keseharian masyarakatnya menggunakan bahasa Osing, bahasa asli masyarakat Banyuwangi. Dan aku sangat mengagumi budaya tempat di mana aku dilahirkan ini. Seperti yang pernah kudengar bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai sejarah dan kebudayaan bangsanya sendiri. Aku merasa seperti itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar