Kamis, 23 Juli 2009

Cerita Dari Rumah

Hari ke-1 : Menyantap Hiu
Tanggal 11 Juli kemarin, dengan menggunakan kereta api Mutiara Timur pagi, aku balik ke Banyuwangi. Ini kali pertama di tahun ini aku pulang. Aku sudah berencana untuk tidak berlama-lama di sana. Aku akan balik lagi ke Surabaya hari kamisnya, yaitu tanggal 16. Soalnya hari Sabtunya, tanggal 18 aku ikut workshop La Lights Indie Movie. 
Tiba di Banyuwangi sekitar pukul 4. Menuju ke rumah aku tidak mau dijemput karena aku tahu bapak belum pulang kerja, jadi aku nyarter angkot yang bisa langsung berhenti di depan rumah. Ya, konsepnya taksi, tapi di sini aku hanya perlu bayar lima ribu rupiah saja. Nggak ada yang namanya mesin argo.
Hampir tujuh bulan nggak bertemu, aku melihat ibuku semakin gemuk saja tubuhnya. Aku menyalaminya dengan kerinduan yang amat sangat. Dan untuk malam harinya bapak mengajak kami sekeluarga: aku, ibu, Dini, Mbah Kung, Nenek, Mbak Ita-Mas Teguh (Mbak Ita adalah adik tertua ibu) dengan dua anaknya yang sangat aku sayangi Fial dan Momok (nama sebenarnya mereka Diva dan Dika) ke tempat makan yang belum pernah aku datangi namun tempatnya sudah tidak asing lagi bagi aku. 
Tempatnya di pinggir pantai. Dekat dengan perkampungan nelayan sehingga banyak perahu berjajar. Untung tidak datang siang hari karena kalau siang hari tempat itu busuk, kotor, dan panas. Karena pas aku kesana malam hari jadi yang aku lihat adalah keindahan malam hari selayaknya jika kau berdiri di pinggir laut malam hari dan di seberangnya kau melihat lampu-lampu berkilauan. Untuk menunya, pastilah kalian bisa menebaknya. Seafood, tentunya. Tapi di sini ada yang spesial yang belum pernah aku makan seumur hidupku: sate hiu. 
Rasanya tidak beda jauh dengan sate ayam. Daging hiu tidak berasa amis layaknya ikan-ikan lain. Dan cukup sekali saja. Not satisfy. Aku hanya bisa menikmati cumi goreng tepung, dan cumi bakarnya. 

Hari ke-2 : Menikmati kembali masakan khas Banyuwangi: Sego Janganan 
Pagi harinya aku dibelikan sarapan sego cawuk/sego janganan. Sarapan khas masyarakat Banyuwangi. Nasi putih yang diberi kuah pindang dan kelapa parut yang dimasak dengan butiran jagung yang berkuah. Untuk lauknya biasanya telur cit (dimasak dengan petis), tempe goreng, pepes ikan, dan sebagainya. Untuk pelengkapnya adalah sambal terasi, kerupuk/rempeyek. Namun aku lebih menyukai dengan sambal pecel karena aku pikir sego janganan sangat tepat dengan sambel pecel daripada dengan sambel terasi biasa. Kemudian yang membuat rasa khasnya muncul adalah daun pisang sebagai pembungkusnya. Itu yang masih dijaga sampai sekarang oleh para penjualnya. 

Hari ke-3 : Makan bersama bapak, ibu, dan Dini di rumah

Aku hanya merasakan nikmat. Ya. Satu kata itu yang bisa aku ungkapan meskipun aku butuh kata yang mempunyai arti lebih dari itu untuk mengungkapkan betapa indahnya saat makan bersama mereka dengan lauk yang sederhana: ikan laut yang digoreng dengan sambal terasi andalan ibu yang paling dahsyat dan lalapan. That’s it. Dengan lauk begitu saja aku bisa sampai nambah. 


Hari ke-4 : Menyewa VCD di rental dan kedatangan tamu yang tidak bakal kau percaya
Aku menyewa 5 film di rental terlengkap di Banyuwangi. Doubt, 3 Hari Untuk Selamanya, Die Hard 4, Mean Creek, dan The Boy in the Striped Pyjamas. Malamnya, saat aku mengerjakan tugas MOS sepupuku, seorang tamu yang tidak aku kenal datang. Ternyata dia tidak sendirian. Dia membawa rombongan. Dan aku tekejut saat aku mengintip dan aku melihat sosok yang pas hari minggu kemarin aku lihat di Indosiar. Dia Emilia Contesa kalau kau ingin tahu. Ya, dia datang ke rumahku dan melihat seisi rumah mulai ruang tamu, kamar tidur, sampai dapurpun ia lihat. Dia calon klien bapakku yang ingin mengisi rumah barunya dengan perabotan. Semacam konsultasi dengan bapak. Wajarlah kalau menurutku mengingat dia asli orang Banyuwangi. Ini bukan bualan lho. 

Hari ke-5: Watching Full Movies

Bangun tidur pagi hari langsung bikin sarapan sendiri. Roti diolesi mentega lalu diberi keju dan meses coklat. Minumannya mix juice (apel, tomat, jambu bangkok, dan wortel). Abis itu seharian aku sengaja menonton film-film yang aku sewa. Karena besok aku harus balik ke Surabaya. Tidak semua aku tonton. Separuhnya aku salin di komputerku. Dan ibuku kebetulan sedang membuat kue bolu waktu itu. Rasanya luar biasa. Lembut dan lembut. 

Hari ke-6: Preparing to back to Surabaya
Kamis malam dengan kereta api Mutiara Timur aku meinggalkan Banyuwangi lagi. Aku tidak sendirian. Dini, Mbah Kung dan Nenek juga ikut. Rencananya mereka akan ke Suramadu dengan Mas didit, adik dari ibu yang tinggal di Bojonegoro. Aku tidak langsung ke Surabaya. Kami turun di stasiun Sidoarjo, kecuali Dini. Tujuannya adalah ke rumah Mbak Maya, adik paling bungsu dari ibuku. Barulah malam harinya aku ke Surabaya diantar oleh Mbak Maya. Mempersiapkan untuk workshop La Lights Indie Movie besoknya. Dan badanku terasa remuk semua. Finaly, I slept tight dengan punggung penuh balsam.

2 komentar:

  1. Terima kasih ceritanya, mengingatkan saya ketika saya masih kecil..berkumpul bersama keluarga, Ibu, kakak, adik, mbah kung, mbah putri. Kini mereka semua jauh...Mbah Kung Mbah putri sudah almarhum/mah, kakak adik sudah pisah semua di kota masing2, dan saya sekarang jauh bekerja di kalimantan timur. Wassalam

    BalasHapus
  2. Terima kasih ceritanya, mengingatkan saya ketika saya masih kecil..berkumpul bersama keluarga, Ibu, kakak, adik, mbah kung, mbah putri. Kini mereka semua jauh...Mbah Kung Mbah putri sudah almarhum/mah, kakak adik sudah pisah semua di kota masing2, dan saya sekarang jauh bekerja di kalimantan timur. Wassalam

    BalasHapus