Senin, 06 Juli 2009

Laki-laki di Lyn P

Sepulang menonton Transformers 2 aku menarik uang di ATM-ku sebesar 2 juta rupiah. Merasa menjadi orang kaya semenit, aku manggil taksi di lobi SUTOS, meluncur ke Jl. Kertajaya dan berhenti di UFO Elektronik. Di sana aku memesan kompor gas dan exhaust fan untuk di kirim ke Banyuwangi: titpan ayahku. Uang yang 2 juta tadi aku berikan ke kasir sebesar 1.900.000 rupiah dan aku mendapat kembalian 42 ribu rupiah. Keluar toko, aku miskin lagi. Sekarang angkot yang aku hentikan. 
Hanya ada 3 penumpang dan 4-nya aku di dalam sini: seorang bapak-bapak yang duduk di belakang pojok depan aku persis (aku di pojok belakang yang lain), dan memiliki fisik kerdil dan bersuara mencicit, lalu laki-laki yang umurnya di bawahku dan duduk di sebelah bapak tadi, tapi lebih dekat dengan pintu masuk, dan penumpang yang lain aku tidak begitu memperhatikan. Alasan aku memerhatikan mereka adalah saat si bapak tadi berpindah tempat duduk di dekat pintu masuk bersebelahan dengan si anak laki-laki. Nah, tiba-tiba saja dengan nada yang sedikit kesal dan menantang si anak laki-laki tadi menegur si bapak, “Lho, Pak. Sampeyan kok teng meriku?”. (red: Lho, Pak. Anda kok di situ?).
Kemudian dengan ekspresi terkejut (karena aku juga kaget) bapak itu berkata, “Opo o? Aku lho kate mudhun.” Sambil memerhatikan dengan aneh si anak laki-laki. (red: Kenapa? Aku kan mau turun.).
Nah, mulai dari situ aku curiga dan merasa ada yang tidak beres dengan anak laki-laki itu. Spekulasiku tentang anak itu yang pertama adalah mabuk. Pasti anak itu mabuk. Dan yang kedua stress. 
Beberapa menit kemudian si bapak turun dan penumpang menjadi banyak. Sekarang anak laki-laki itu duduk di depanku, tempat pertama kali bapak tadi duduk. Dan sekarang pula aku yang menjadi sedikit takut. Hingga sampai di terminal, aku pikir aku sudah tidak bakal ketemu anak itu tadi. Aku naik angkot untuk jurusan ke kosku yang masih berhenti di dalam terminal untuk menunggu penumpang. Angkotku sepi sama sekali. Hanya aku penumpangnya. 
Aku pergi ke pojok belakang angkot. Belum sampai aku bernapas santai, kupikir cuma penumpang biasa yang naik tapi ternyata anak laki-laki tadi. Tanpa basa-basi dia langsung bercerita bahwa dia mau ke Sidoarjo karena ibunya meninggal dan tidak punya cukup uang untuk pergi kesana dengan taksi. Seketika itu aku buka kaca jendela angkot untuk jaga-jaga barangkali terjadi sesuatu karena di luar angkot masih banyak supir angkot yang ngobrol. Kemudian dia menyebutkan angka uang yang ia butuhkan setelah aku menanyakannya, yaitu 25 ribu rupiah. Lalu aku bilang ke dia bahwa aku hanya bisa memberikannya 20 ribu, tapi dia kemudian menawar lagi. Duapuluh dua ribu. Karena katanya dia punya 3 ribu. OK. Tidak mau berurusan panjang dengannya, aku turuti saja apa maunya. Dan kemudian dia pergi setelah meminta nomor handphone-ku tapi tidak aku beri. Alasannya supaya dia bisa mengembalikan uang yang telah ia “pinjam”.
Aku sudah beberapa kali mengalami kejadian seperti ini. Dan aku tahu mereka hanya mengada-ada cerita.

1 komentar:

  1. is this story real...
    ternyata ada banyak kemungkinan hal-hal aneh terjadi di kota besar...

    BalasHapus